Selasa, 08 Desember 2015

Mutasi bikin rusak kuliah? UT solusinya!

ilustrasi kekalutan kuliah karena mutasi kerja

Kebijakan mutasi penugasan pegawai pada setiap kementerian tentu berbeda dan sangat tergantung pada tipologi dan kebutuhan organisasinya. Berdasarkan peraturan perundang-undangan bahwa mutasi (pemindahan) wilayah kerja PNS adalah dalam rangka kepentingan tugas sekaligus pembinaan terhadap PNS. Bagi beberapa kementerian yang memiliki unit vertikal tersebar di seluruh wilayah Indonesia, kebijakan pemutasian sudah barang tentu menjadi keharusan. Hal ini mengingat ketersediaan sumber daya pegawai di satu wilayah berbeda dengan wilayah lainnya, hingga diperlukan substitusi penugasan pegawai.

Dalam prakteknya, pemutasian pegawai membawa implikasi yang sangat besar bagi pegawai bersangkutan, baik dari sisi karier, perencanaan hidup, keluarga, dan pendidikan. Khusus untuk masalah pendidikan, mutasi memaksa pegawai untuk turut memindahkan proses belajar pada suatu lembaga di tempat lama ke lembaga pendidikan di tempat tugas baru. Bagi instansi yang telah menerapkan standar baku mengenai durasi penempatan dan mutasinya, tentu sedikit lebih predictible untuk merencanakan pendidikan. Tetapi bagi instansi yang belum menetapkan standar baku, tentu ini menjadi masalah tersendiri bagi pegawainya, bagaimana kepastian durasi penempatan ke mutasi berikutnya dikaitkan dengan program kuliahnya. Terlebih ketika di tempat tugas baru ternyata tidak ada lembaga perguruan tinggi yang qualified menurut standar Dikti, ini tentu sangat menyusahkan pegawai. Lalu bagaimana solusi agar mutasi kerja tidak mengganggu hak untuk mengikuti pendidikan/sekolah?

Pemerintah sebenarnya telah memfasilitasi masyarakat, termasuk PNS yang memiliki kendala dengan jam kerja atau fleksibilitas belajar tatap muka dengan mendirikan Universitas Terbuka (UT). Dengan menitikberatkan pada program belajar mandiri, UT memfasilitasi mahasiswanya mendapatkan materi pelajaran berkualitas dan terstandar. Dalam menjalankan program perkuliahan, UT melakukan manajemen terpadu dalam 3 hal pokok, yaitu: 

1. registrasi,
2. bahan ajar,
3. tutorial, dan
4. ujian.

UT pusat
Dulu layanan-layanan UT mengandalkan sistem supply fisik seperti berkas registrasi, kartu mahasiswa, bahan ajar, dan multimedia. Sekarang dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi, UT telah menyelenggarakan hampir semua layanan akademik secara otomatis melalui situs resmi www.ut.ac.id. Bahkan untuk beberapa mata kuliah sudah bisa dilakukan ujian secara online. Tinggal bahan ajar (modul) yang mungkin berkaitan dengan hak cipta. Untuk proses belajar, terdapat fitur e-Learning, dimana antara mahasiswa dengan dosen pengasuh dapat saling berdiskusi dalam forum yang sama, sekaligus sebagai media pemberian tugas-tugas kuliah mandiri.

Dalam satu smester, e-Learning biasanya terdiri dari 8 sesi inisiasi yang masing-masing terdiri dari materi prolog dari dosen, diskusi, dan tugas mandiri yang harus dikerjakan pada limit waktu tertentu. Bila ada kesulitan dalam materi, mahasiswa dapat secara langsung berkomunikasi dengan dosen pembimbing baik via telepon, e-mail, maupun live chat. Pada nilai akhir semester, aktifitas pada e-Learning ini memberi kontribusi sebesar 30%.
suasana ujian UT
Menjelang waktu ujian, mahasiswa akan diberikan Kartu Tanda Peserta Ujian (KTPU) melalui website, yang wajib diperiksa untuk memastikan kebenaran data mata kuliah, jadwal, waktu, dan tempat ujian. Saat ujian, mahasiswa tidak akan direpotkan dengan mengisi identitas pada lembar jawaban komputer, karena LJK sudah atas nama mahasiswa masing-masing. Jadi mahasiswa hanya tinggal mengerjakan ujian saja dan mengisi LJK dengan computer pencil/2B. Semua proses penyelenggaraan pendidikan UT dapat dibaca pada buku kurikulum yang diberikan secara cuma-cuma, atau men-download dari website.

Terkait pengakuan ijazah, UT merupakan perguruan tinggi negeri dibawah Kemdiknas (sekarang Kemristek dan Dikti) yang karenanya ijazah yang diperoleh adalah ijazah negara. Sehingga, saat digunakan untuk pelengkap syarat administrasi karier seperti penyesuaian pangkat, maka tidak akan mengalami kendala di BKN. Hanya saja, sampai sekarang UT masih dianggap sebagai "kuliah tak kuliah", dan dipandang sebelah mata oleh sebagian besar PNS. Padahal secara kualitas, hasil dari menempuh perkuliahan antara di UT dengan bukan UT adalah bergantung pada pribadi masing-masing. Memang kenyataannya mayoritas mahasiswa UT memperoleh IPK tidak lebih dari 2,5. Namun beberapa mahasiswa yang giat menempuh perkuliahan tidak sedikit juga yang memperoleh IPK 3,0 keatas, bahkan saya pernah melihat di papan pengumuman UPBJJ Jakarta ada mahasiswa yang IPK nya 3,4. Semua bergantung pada tekad dan strategi belajar masing-masing mahasiswa.

contoh ijazah UT
Nah, dengan dengan adanya UT yang senantiasa memperbaharui sistem penyelenggaraan akademiknya, maka tidak ada lagi alasan untuk tidak melanjutkan pendidikan hanya karena mutasi wilayah kerja. Jadi yang diperlukan adalah, setiap PNS hendaknya menanamkan semangat untuk tetap belajar, kapan dan dimanapun, seperti pepatah UT: "Belajar Sepanjang Hayat".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar